satu

Arch Efan
Architecture & Design
Adsense Indonesia

3

SIAP MEMBANTU JASA ARSITEKTUR-LANDSEKAP-INTERIOR-3D DESAIN-ESTIMASI

4

Sabtu, 23 April 2011

ARSITEKTUR DI ZAMAN KEMERDEKAAN

Perkembangan Arsitektur di Masa 4 Windu Merdeka

Selama perang dunia ke II, kekayaan arsitektur di Indonesia (di kota-kota) tidak mengalami kerusakan yang parah, bila dibandingkan dengan kehancuran kota-kota di Jepang atau di berbagai negara di Eropa. ‘Pemerkosaan’ arsitektur justru terjadi seperempat abad kemudian yaitu ketika bangunan-bangunan yang bergaya kolonial dirombak paksa tampak depannya, demi mengikuti gaya arsitektur ‘muktakhir’.

Perombakkan – perombakkan seperti itu telah melahirkan lebih banyak bentuk-bentuk yang dipaksa dan tidak rasional daripada menghasilkan bentuk yang dari segi keindahan lebih menarik.

Ketika masa revolusi sedang hangatnya memang terjadi kehancuran dan kerusakan dari sejumlah gedung-gedung penting. Pembangunannya kembali berlangsung sangat lambat karena keadaan negara yang sedang dalam musim pancaroba. Namun dari segi lain, ada titik-titik cerah bagi perkembangan arsitektur, umpamanya di tahun-tahun peralihan (1945-1949) ketika kekuasaan RepublikIndonesia menjadi mutlak diakui oleh Belanda.

Sejak saat itu dan seterusnya selama 4 windu Merdeka perkembangan arsitektur Indonesia, seakan-akan terpusat di Jakarta. Boleh kita pandang, bahwa pangkal perkembangan arsitektur tersebut dimulai tahun 1948 ketika kota satelit Kebayoran Baru menjadi kenyataan. Pembangunna kota baru di selatan Jakarta itu sangat penting artinya dari segi arsitektur karena perluasan kota tersebut menumbuhkan berbagai gaya bangunan rumah,gedung-gedung umum dsb.

Gaya-gaya yang dikembangkan bertitik berat pada ‘meng-Indonesia-kan’ sebagai identitas baru Indonesia Merdeka, berlangsung di segala bidang kehidupan masyarakat Indonesia. Para perencana rumah dan bangunan-bangunan, kebanyakan masih angkatan yang berlatar belakang pendidikan Belanda, bahkan banyak arsitek-arsitek Belanda yang turut aktif dalam proyek pembangunan tersebut.

Peng-Indonesiaan gaya arsitektur di tahun 50-an umumnya menonjolkan bentuk atap yang ‘khas’ Indonesia dengan bentuknya yang lebih sederhana dibanding gaya arsitektur Belanda. Contoh karya sekitar tahun 1950-an ini antara lain kantor pusat Bank Pembangunan Industri di Jakarta dan sekitar tahun 1960-an dibangun kantor Pusat Bank Indonesia di jalan Thamrin Jakarta.

Ketika jalur jalan utama yang menghubungkan Jakarta dan Kebayoran Baru dalam tahap-tahap perkembangan, di jalan tersebut didirikan banyak gedung-gedung. Jenis gedung tersebut merupakan jenis yang baru (pertama kali) di Indonesia. Contoh gedung-gedung yang dimaksud adalah Gedung PP dan Gedung Kedutaan Besar Kerajaan Inggris. Gedung PP (PT Pembangunan Perumahan) adalah gedung bertingkat yang direncanakan dengan konsep perencanaan modern pada masa setelah perang dunia. Bentuknya polos dan jendela-jendelanya diberi penahan sinar terik. Gedung Kedutaan Besar Kerajaan Inggris merupakan bangunan modern yang menyesuaikan dengan lingkungan (perumahan) sekelilingnya. Selanjutnya mulai bermunculan bangunan-bangunan yang jumlah tingkatannya semakin banyak dan dilengkapi dengan peralatan modern. Salah satu contohnya adalah Hotel Indonesia; hotel modern pertama di Indonesia.

Perlu diingat kembali bahwa dalam 10 tahun terakhir sebelum Belanda takluk kepada Jepang, gaya arsitektur di Indonesia yang berlaku pada waktu itu mula-mula lebih cenderung pada kubisme-fungsionil (tahun 30an) yang kemudian disesuaikan dengan kepribadian Indonesia. Di dalam sepuluh tahun pertama Indonesia merdeka, keadaan ekonomi negara belum kuat. Hal ini mempengaruhi dunia arsitektur; adanya keterbatasan dana untuk menggalakan kegiatan pembangunan dan sarana arsitektur lainnya. Perpaduan antara konstruksi bangunan yang hemat dengan pencarian bentuk kepribadian Indonesia telah menghasilkan rencana-rencana bangunan yang modern dengan tetap adanya cirri-ciri Indonesia. Salah satu contohnya adalah rumahan bertingkat milik Departemen Luar Negeri yang dibangun tahun 1956. Bangunan ini merupakan bangunan perumahan pertama yang bertingkat empat dan berbentuk flat (konsep barat) dengan atapnya yang berbentuk atap limas (tradisional). Contohnya adalah Bank Indonesia, Gedung Pos dan Telkom, Gedung PLN, Bangunan gerbang Taman Pahlawan Jakarta, dll. Sepuluh tahun kemudian bentuk atap joglo pun mulai muncul.

Sementara itu di tahun-tahun lima puluhan ini, teori-teori bangunan serta teknologi baru masuk ke Indonesia baik secara langsung (para ahli) maupun secara tidak langsung (buku-buku dsb). Teknologi tersebut dari cara-cara menahan terik matahari (sun-louvers) sampai ke teknologi beton tinggi (sophisticated). Penerapannya di Indonesia berlangsung dengan perlahan dan secara berangsur. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan tenaga yang profesional, peralatan dan biaya. Bangunan bertingkat pada masa itu belum menggunakan peralatan modern seperti AC dan lift. Cara penahan sinar matahari dengan pembias (louvers) adalah cara yang umum. Gedung Depertemen Pertanian di Jakarta (1950) dan Gedung DPMB (1953) merupakan gedung-gedung yang pertama direncanakan dengan cara itu di Indonesia.

Perhatian Presiden Soekarno terhadap penonjolan nasionalisme di segala bidang - termasuk arsitektur - sangat menentukan perkembangan selanjutnya. Bantuan-bantuan dari luar negeri di bidang teknik datang dari berbagai pelosok dunia. Di samping itu, kesempatan-kesempatan untuk menciptakan karya dimantapkan, dengan peranan utama oleh Presiden Soekarno sendiri, dengan dibantu juga oleh arsitek Silaban dan Sudharsono. Proyek-proyek mercusuar dibangun berurutan, mulai dari pendirian patung-patung (untuk memperindah kota), monumen-monumen kejayaan, stadion olah raga raksasa, dan gedung-gedung pemerintahan yang megah. Semuanya dari yang ‘biasa’ sampai pada yang ‘luar biasa’. Beberapa bangunan perlu dicatat sebagai bangunan yang bernilai sejarah karena bangunan tersebut merupakan sesuatu yang pertama atau baru dan mempunyai kekhasan, serta mempengaruhi perkembangan gaya arsitektur Indonesia di kota-kota lainnya, yaitu dalam bentuk peniruan yang kemudian menjadi ‘mode’ secara nasional.

Menjelang Asean Games IV tahun 1962, ketika Indonesia mendapatkan kehormatan untuk menjadi tuan rumah, kesempatan itu mengundang banyak teknisi dari luar negeri untuk menjadi pendamping dan konsultan bagi teknisi Indonesia untuk berbagai macam proyek pembangunan sipil dan arsitektur. Teknisi atau konsultan dari USA umpamanya terlibat dalam pembangunan jalan raya termasuk termasuk jembatan Semangi; teknisi dari atau konsultan dari Rusia untuk stadion olah raga, dari Denmark untuk Hotel Indonesia, dari RRC untuk gedung pameran dan gedung DPR / MPR, dan dari Jepang untuk Wisma Nusantara.

Meskipun dari sudut dunia teknologi bangunan, apa yang dikaryakan oleh teknisi-teknisi asing itu bukanlah hal yang terlalu baru atau istimewa di negara mereka, namun bagi Indonesia arsitektur yang terwujud itu adalah sesuatu yang baru.

  • Stadion Utama di Senayan yang dibangun tahun 1958 umpamanya, adalah salah satu stadion yang terbesar di Asia Tenggara dan stadion yang pertama mempunyai atap melingkar dan menutupi tempat duduk.
  • Kubah restoran utama dari Hotel Indonesia, Jakarta, yang dibangun tahun 1960, adalah kubah pertama di Indonesia yang dibangun dengan kontruksi cangkang (shell construction). Kubah terbesar di Indonesia adalah kubah utama Masjid Istiqlal, Jakarta. Kubah yang juga berukuran besar adalah kubah gedung DPR / MPR.

Bangunan-bangunan lainnya yang tergolong proyek mercusuar di ibu kota yang dimulai oleh Presiden Soekarno adalah Masjid Istiqlal, Monumen Nasional, Gedung DPR / MPR, Gedung Pola, dsb.; masing-masing mempunyai kedudukan yang unik.





  • Monas ( Monumen Nasional)

- mempunyai keunikan karena ukuran-ukurannya pangkal dari ‘angka suci’ 17-08-1945

- puncaknya terbuat dari emas


  • Gedung Pola

Gedung Pola , dari segi sejarah tercatat terutama sebagai bangunan penggangti dari rumah di mana Proklamasi Kemerdekaan diserukan pada tanggal 17 Agustus 1945.

- bentuk fungsionil untuk maksud pameran

- tercatat terutama sebagai bangunan pengganti dari rumah dimana Proklamasi Kemerdekaan diserukan pada tanggal 17 Agustus 1945.


  • Masjid Istiqlal

Mesjid Istiqlal, bangunan megah dengan skala raksasa, khususnya bagi ukuran- ukuran mesjid-mesjid pada umumnya di Indonesia. Bukan saja membuat sejarah dalam dunia arsitektur Indonesia sebagai mesjid terbesar se Asia Tenggara , tetapi juga sebagai “pendobrak” konsep mesjid yang konvensional atau tradisional.

- megah dan raksasa

- masjid terbesar di Asia Tenggara

- pendobrak konsep masjid yang konvensional atau tradisional seperti yang dikenal masyarakat Indonesia

Pada saat – saat peralihan politik dari Orde Lama menjadi Orde Baru, perkembangan arsitektur mengalami kelambatan dan terhendak. Seperti Gedung Wisma Nusantara yang terbengkalai selama kurang lebih 5 tahun sebelum akhirnya kembali diteruskan. Bangunan tersebut mempunyai arti tersendiri bukan saja bagi Indonesia tetapi juga bagi Jepang. Bangunan bertingkat 32 dan berangka baja adalah bangunan tinggi prototype. Pada waktu gedung direncanakan oleh Mitsui & Co.Ltd., di Jepang sendiri belum ada bangunan setinggi itu karena pertimbangan gempa dan peraturan bangunan di Jepang belum mencangkupnya. Baru setelah “keberanian” merealisasikan konstruksi bangunan tinggi tersebut di Indonesia lah mereka di jepang memulai dengan pembangunan gedung – gedung tinggi di Tokyo.

Kepemimpinan Gubernur DKI , Ali Sadikin ,telah membangunkan Jakarta dari ketiduran arsitekturnya. Perencanaan – perencanaan yang ambisius diimbangi dengan kemajuan – kemajuan bidang ekonomi DKI khususnya , ekonomi nasional umumnya , telah membawa Jakarta ke masa sewindu cerah bagi dunia pembangunan. Perkembangan kota yang mencakup pula perkembangan arsitekturnya telah mewujudkan pembangunan berpuluh – puluh gedung untuk hotel , kantor , olahraga ,rekreasi dan lain – lain serta berpuluh proyek perumahan baik yang mewah – mewah maupun sederhana.
Gedung Kedutaan Perancis karya Suyudi (1975) merupakan bangunan pertama dengan konstruksi dan teknik exposed – concrete (beton polos) di Indonesia. Gejala pertumbuhan sekarang yang dialami Jakarta yaitu dari suatu kota provinsi yang berkedudukan hanya setengah juta orang , kemudian berkembang menjadi kota metropolitan berpenduduk 5 juta orang dalam waktu seperempat abad , dengan segala implikasinya telah dialami pula oleh kota – kota besar sedang di seluruh Indonesia. Implikasi dari segi arsitektur dapat dikemukakan umpamanya kebutuhan adanya gedung Pemerintahan Daerah , Gedung DPRD, Mesjid Agung, dan berjenis – jenis gedung lainnya lagi, sebagai prasarana institusional yang mengimbangi perkembangan yang pesat di bidang social – politik , social ekonomi dan social budaya.

Untuk melanjutkan membaca dan mengoleksinya Download di Sini Gratis


Entri Populer

CATATAN,ILMU,SEJARAH ARSITEKTUR